SAJAK-SAJAK RIUH RENDAH
SAJAK SUMPAH
Sekarang para pengais itu berbaris menjajakan sampah laris dengan atau tanpa tangis. Bukankah air dari matamu mengalir menyiram sesuatu yang tak kau tahu masih adakah ia di ketiakmu. Atau ia menyatu sebagai hantu yang menyalinmu dari ruang tamu ke ruang kantormu
Dan sesuatu yang tak kau tahu itu leleh oleh waktu
Yogya Nop 2009
SAJAKKU TERLIPAT DI BAWAH PENYADAP
Sajakku sengaja merapat agar ia bisa meratap dan penyadap itu gagap tak bisa mengenalimu meski tahu ringkik suaramu meski kau meringkikkan suaranya agar disadap pula
Sajakku terlipat di penyadapmu
Sajakku kau sadap dalam lipatanmu
Sajakku menyadap sajakmu juga
Sajakku semakin biadab menilap sajakmu kalap
Yogya Nop 2009
KISAH LUKA
Di selasar orang-orang berjajar menunggu kata melepuh duka. Selebihnya kalimat samar membentur dinding kamar. Tak ada koma lewat atau meniarap. Senyap
Sepatu yang garang selesai menerjang siang melukai tiang. Beranda belum juga lengang. Siapa datang mengendap ketika sore mulai lelap? Tak ada jawab
Barangkali pengelana itu sia-sia mengenali dunia
Yogya 2009
KEPADA KEDUA PENCATAT
Roqib – ‘Atid
Kau yang termangu di bahu kiriku catatilah sebanyak kau mau perilaku burukku di setiap waktu agar meluberi bukumu, termasuk ketika aku menyembunyikan penamu semalam di antara isak dan lipatan detak.
Kau yang terpana di bahu kananku kenapa kau biarkan kebaikanku sembunyi di lembaran bukumu yang masih itu saja dari dulu, termasuk ketika aku memberimu selusin pena kau cuma menimangnya di antara lipatan buku dan bayangku
Kau berdua juga merekam segenap niat dan tindakanku tanpa jeda, bahkan ketika aku tak melakukan apa-apa, tak merugikan atau menguntungkan siapa-siapa, hingga lepas nafas bergegas atau pulas
Kau berdua berjanji akan membawa alat perekam itu dan memutarnya di hadapan tuanmu agar semua mendengar celoteh dan tingkahku yang kurang ajar, lalu senyap hilang kabar
Yogya Nop 2009
KENAPA NAMAMU
Kenapa namamu baru disebut pada sebidang malam larut yang menyeret sudut menjadi benang kusut. Padahal sedari pagi kau terus beringsut menghindari kabut menyusupi kain kusut
Kenapa kau tak juga jera mengungkit perkara para dewa yang terjangkit lupa. Padahal para kesatria luka oleh tikaman membabi-buta suara-suara nyalang ditebar siang
Orang-orang meradang menguliti ruang pada sepotong rekam yang beranjak menguras perseteruan. “Ada yang hilang,” teriakmu lantang sambil meninju kisah bisu
Ini perhelatan tanpa genderang yang digelar dalam cahaya benderang agar kau tak bersikukuh menutupi lukamu lepuh. Padahal lebam tak terbilang di tubuhmu geram
Yogya Nop 2009
About this entry
You’re currently reading “SAJAK-SAJAK RIUH RENDAH,” an entry on slametriyadi.com
- Published:
- 11.12.09 / 6am
- Category:
- puisi
No comments
Jump to comment form | comments rss [?] | trackback uri [?]